Aktivitas pengisian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium di
Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) 34-10206, Jakarta,
Jumat (12/4/2013). Pemerintah terus membahas langkah yang akan diambil
untuk mengurangi subsidi bahan bakar yang membebani Anggaran Pendapatan
Belanja Negara.
JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) sampai
saat ini masih menghitung dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
terhadap inflasi nasional. Asumsi awalnya, jika harga BBM dinaikkan,
maka inflasi akan membesar.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo
mengatakan, sampai saat ini pemerintah masih menawarkan opsi-opsi
pengendalian BBM bersubsidi, namun belum menghasilkan keputusan pasti
terkait hal tersebut.
"Kalau semua segmen BBM bersubsidi mau
dinaikkan, maka dampaknya akan lebih besar ke inflasi. Bahkan meski
kenaikannya cuma Rp 500-1.000 per liter," kata Perry saat ditemui usai
pelantikannya di kantor Mahkamah Agung Jakarta, Senin (15/4/2013).
Perry
menambahkan resiko terhadap inflasi akan semakin besar bila semua
segmen pemakai BBM bersubsidi mengalami kenaikan harga. Namun bila yang
dinaikkan atau yang dikendalikan BBM bersubsidinya hanya mobil pribadi
maka dampak ke inflasinya akan relarif lebih rendah.
Hal itu
disebabkan sekitar 60 persen pengguna BBM bersubsidi dikontribusikan
dari pengguna sepeda motor, mobil angkutan umum dan kendaraan non
pribadi. Meski masih ada juga mobil pribadi yang masih menggunakan BBM
bersubsidi.
Namun sampai saat ini BI belum berani merilis angka
pasti terkait dampak kenaikan harga BBM bersubsidi ke inflasi. "Meski
ada kenaikan harga pun, dampak ke inflasinya juga untuk jangka pendek
saja, biasanya tiga bulan juga selesai," tambahnya.
Meski ada
dampak ke inflasi, BI menganggap bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi ini
tidak akan mengubah target inflasi hingga akhir tahun yakni masih
sebesar 4 plus minus 1 persen.
Editor :Erlangga Djumena
BERITA TERKAIT:
Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar