Baret merah
Komando Pasukan Khusus yang disingkat menjadi Kopassus adalah bagian dari Komando Utama (KOTAMA) tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat, Indonesia. Kopassus memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan
keberadaannya sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas
yang berat. Beberapa operasi yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya
adalah operasi penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma,
serta berbagai operasi militer lainnya. Dikarenakan misi dan tugas
operasi yang bersifat rahasia, mayoritas dari kegiatan tugas daripada
satuan KOPASSUS tidak akan pernah diketahui secara menyeluruh. Contoh
operasi KOPASSUS yang pernah dilakukan dan tidak diketahui publik
seperti: Penyusupan ke pengungsi Vietnam di pulau Galang untuk membantu
pengumpulan informasi untuk di kordinasikan dengan pihak Amerika Serikat
(CIA), penyusupan perbatasan Malaysia dan Australia dan operasi patroli
jarak jauh (long range recce) di perbatasan Papua nugini.
Prajurit Kopassus dapat mudah dikenali dengan baret merah yang
disandangnya, sehingga pasukan ini sering disebut sebagai pasukan baret
merah. Kopassus memiliki moto Berani, Benar, Berhasil.
Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia |
|
---|---|
Lambang Kopassus |
|
Masa tugas | 16 April 1952 - sekarang |
Negara | Indonesia |
Angkatan | TNI Angkatan Darat |
Tipe unit | Pasukan khusus |
Spesialisasi | Anti-gerilya, operasi pengintaian khusus, peperangan unkonvensional, intelijen, sabotase, Anti-teror |
Jumlah personil | Rahasia |
Bagian dari | Tentara Nasional Indonesia |
Julukan | Kopassus |
Motto | Tribuana Chandraca Satya Dharma |
Warna seragam | Baret merah |
Pertempuran | New Guinea - 1950an Konfrontasi Malaysia-Indonesia - 1963 G30S/PKI Timor Timur - 1975 Woyla |
Komando tempur | |
Komandan Jenderal (Danjen) | Mayor Jenderal TNI Agus Sutomo |
Pasukan Kopassus
Sejarah Kopassus
Sejarah Kopassus
Pada tanggal 16 April 1952, Kolonel A.E. Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan kesatuan komando ini berasal dari pengalamannya menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku. Saat itu A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi (Brigjen Anumerta) merasa kesulitan menghadapi pasukan komando RMS. A.E. Kawilarang bercita-cita untuk mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat.
Komandan pertama saat itu adalah Idjon Djanbi. Idjon Djanbi adalah mantan kapten KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).
RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.
Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya digantikan oleh Mayor RE Djailani.
Puspassus AD
Pada tanggal 12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD).
Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun. Sebenarnya
hingga tahun 1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan
batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1
dikerahkan ke Lumbis dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia,
sedangkan batalyon 2 juga mengalami penderitaan juga di Kuching,
Malaysia, maka komandan RPKAD saat itu, Letnan Kolonel Sarwo Edhie
-karena kedekatannya dengan Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal
Ahmad Yani, mengusulkan 2 batalyon 'Banteng Raider' bentukan Ahmad Yani
ketika memberantas DI/TII di Jawa Tengah di upgrade di Batujajar,
Bandung menjadi Batalyon di RPKAD, masing-masing Batalyon 441"Banteng
Raider III", Semarang ditahbiskan sebagai Batalyon 3 RPKAD di akhir
tahung 1963. Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider
I", Magelang menjadi Batalyon 2 menggantikan batalyon 2 lama yang
kekurangan tenaga di pertengahan 1965. Sedangkan Batalyon 454 "Banteng
Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah naungan Kodam Diponegoro.
Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat tembak menembak
dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek.
Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975,
pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili. Pasukan ini
ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan
Angkatan Udara mengamankan kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini
terus berlanjut dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang bergerak
(mobile) untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolau dos Reis Lobato pada Desember 1978.
Prestasi yang melambungkan nama Kopassandha adalah saat melakukan
operasi pembebasan sandera yaitu para awak dan penumpang pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesian Airways yang dibajak oleh lima orang yang mengaku berasal dari kelompok ekstremis Islam "Komando Jihad" yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, 28 Maret 1981. Pesawat yang tengah menerbangi rute Palembang-Medan itu sempat didaratkan di Penang, Malaysia dan akhirnya mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok. Di bawah pimpinan Letkol Sintong Panjaitan,
pasukan Kopassandha mampu membebaskan seluruh sandera dan menembak mati
semua pelaku pembajakan. Korban yang jatuh dari operasi ini adalah Capa
(anumerta) Achmad Kirang yang meninggal tertembak pembajak serta pilot Kapten Herman Rante yang juga ditembak oleh pembajak. Imran bin Muhammad Zein ditangkap dalam peristiwa tersebut dan dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.Kopassus
Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga kini.
ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan
Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi
Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.
Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.- Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
- Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
- Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
- Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
- Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan
diintegrasikan ke grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga
ditingkatkan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jendral (Danjen) Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan reorganisasi ini.
Struktur Satuan Kopassus
Perbedaan struktur dengan satuan infanteri lain
Struktur organisasi Kopassus berbeda dengan satuan infanteri
pada umumnya. Meski dari segi korps, para anggota Kopassus pada umumnya
berasal dari Korps Infanteri, namun sesuai dengan sifatnya yang khusus,
maka Kopassus menciptakan strukturnya sendiri, yang berbeda dengan
satuan infanteri lainnya.
Kopassus sengaja untuk tidak terikat pada ukuran umum satuan
infanteri, hal ini tampak pada satuan mereka yang disebut Grup.
Penggunaan istilah Grup bertujuan agar satuan yang dimiliki mereka
terhindar dari standar ukuran satuan infanteri pada umumnya (misalnya Brigade).
Dengan satuan ini, Kopassus dapat fleksibel dalam menentukan jumlah
personel, bisa lebih banyak dari ukuran brigade (sekitar 5000 personel),
atau lebih sedikit.
Lima Grup Kopassus
Secara garis besar satuan dalam Kopassus dibagi dalam lima Grup, yaitu:- Grup 1/Para Komando - berlokasi di Serang, Banten
- Grup 2/Para Komando - berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
- Pusat Pendidikan Pasukan Khusus - berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
- Grup 3/Sandhi Yudha - berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
- Satuan 81/Penanggulangan Teror - berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Kecuali Pusdikpassus,
yang berfungsi sebagai pusat pendidikan, Grup-Grup lain memiliki fungsi
operasional (tempur). Dengan demikian struktur Pusdikpassus berbeda
dengan Grup-Grup lainnya. Masing-masing Grup (kecuali Pusdikpassus),
dibagi lagi dalam batalyon, misalnya: Yon 11, 12 dan 13 (dari Grup 1), serta Grup 21, 22 dan 23 (dari Grup 2).
Jumlah personel
Karena Kopassus merupakan pasukan khusus, maka dalam melaksanakan
operasi tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak
sebanyak jumlah personel infanteri biasa, dengan kata lain tidak
menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga batalyon. Kopassus jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan operasi dengan melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.
Istilah di kesatuan
Karena berbeda dengan satuan pada umumnya, satuan di bawah batalyon bukan disebut kompi,
tetapi detasemen, unit atau tim. Kopassus jarang melibatkan personel
yang banyak dalam suatu operasi. Supaya tidak terikat dengan ukuran baku
pada kompi atau peleton, maka Kopassus perlu memiliki sebutan
tersendiri bagi satuannya, agar lebih fleksibel.
Pangkat komandan
- Komandan Grup berpangkat Kolonel,
- Komandan Batalyon berpangkat Letnan Kolonel,
- Komandan Detasemen, Tim, Unit, atau Satuan Tugas Khusus, adalah perwira yang pangkatnya disesuaikan dengan beban tugasnya (mulai Letnan sampai Mayor).
Daftar Komandan Kopassus
Saat ini, Kopassus di pimpin oleh seorang Komandan Jenderal (Danjen) yang berpangkat Mayor Jendral. Saat ini jabatan Danjen diduduki oleh Mayjen TNI Agus Sutomo,S.IP.
Isu dan berita yang terkait dengan Kopassus
Nama besar dan citra yang disandang Kopassus sejak didirikannya
menyebabkan banyaknya pihak yang menarik-narik Kopassus untuk masuk
kedalam kegiatan bernuansa politis. Kopassus sejak dulu telah menjadi
tempat persemaian perwira-perwira muda potensial, yang kelak mengisi
pos-pos jabatan pimpinan TNI. Nama-nama seperti Benny Moerdani, Sintong Panjaitan, Yunus Yosfiah, Agum Gumelar, Hendropriyono, Prabowo Subianto,
dan lain-lain, adalah perwira-perwira yang sudah dikenal publik, saat
mereka masih berpangkat Kapten atau Mayor, berkat prestasi mereka di
lapangan.
Kopassus juga kerap dituding oleh LSM dan media Barat (dan sebagian terbukti, dan penyelesaiannya tidak jelas sampai hari ini) melakukan serangkaian pelanggaran HAM di Aceh, Papua, Timor Timur, dan Jakarta (lihat bagian Kasus penculikan aktivis reformasi)[1]. Masalah HAM inilah yang sempat membuat pasukan khusus Australia Australian Special Air Service Regiment tidak lagi berlatih dengan Kopassus selama beberapa tahun, sebelum kembali diadakan pada saat ini.
Kasus penculikan aktivis reformasi
Pada tahun 1998, nama Kopassus sempat tercoreng berkaitan dengan aktivitas Tim Mawar
yang dituding bertanggung jawab terhadap kegiatan penculikan dan
penghilangan nyawa beberapa aktivis pro demokrasi. Nama Kopassus kembali
tercoreng setelah Peristiwa Mei 1998, ketika banyak hasil penelitian
tim pencari fakta independen menemukan adanya organisasi terstruktur
rapi dalam militer yang dengan sengaja dan maksud tertentu menyulut
kerusuhan massa di Jakarta dan Surakarta (kedua kota tersebut secara
kebetulan adalah daerah basis/markas Kopassus, yaitu Cijantung-Jakarta
dan Kandang Menjangan-Surakarta). Pada 2007 masalah Tim Mawar ini
kembali mencuat ke permukaan melihat kenyataan bahwa 11 tentara yang
terlibat (6 di antaranya dipecat pada 1999), ternyata tidak jadi dipecat
tetapi tetap meniti karier, naik pangkat dan beberapa diketahui
memegang posisi-posisi penting seperti Dandim dengan pangkat kolonel. Panglima TNI menyatakan hanya 1 dari 6 perwira tersebut yang benar-benar dipecat.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar