SBY Nonaktifkan Anas Urbaningrum
STATUS ANAS URBANINGRUM - Ketua KPK Abraham Samad memberikan keterangan pers usai pelantikan Sekjen dan Direktur Penuntutan di auditorium gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/2). KPK membantah bahwa status Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum naik menjadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan Sarana Olahraga Nasional di Bukit Hambalang. (Antara)
JAKARTA (Suara Karya): Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dinonaktifkan dari jabatannya oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Anas dicopot sementara dari jabatannya dengan alasan agar bisa lebih fokus untuk menghadapi kasus hukum yang dihadapinya.
Keputusan itu disampaikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam keterangan persnya usai memimpin rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat, di kediamannya di Cikeas, Jawa Barat, Jumat (8/2). Sebelum mengawali penjelasannya, SBY menekankan bahwa Majelis Tinggi Partai Demokrat memiliki wewenang dan kekuasaan untuk mengambil berbagai keputusan penting untuk menyelamatkan Partai Demokrat. Penyelamatan partai ini dilakukan terkait dengan elektabilitas Partai Demokrat yang semakin turun. SBY mengatakan, Majelis Tinggi Partai Demokrat memimpin langsung tindakan penyelamatan partai dalam bentuk penataan, penertiban dan konsolidasi hingga simpati publik terhadap Partai Demokrat pulih. Dalam kaitan itu, katanya, untuk sementara Majelis Tinggi Partai Demokrat mengambil alih kepemimpinan partai dari tangan Anas Urbaningrum. SBY mengatakan, keputusan itu dilakukan agar Anas Urbaningrum bisa memfokuskan diri dalam menghadapi dugaan kasus hukum yang dihadapinya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, SBY menambahkan, Anas tetap memegang jabatan sebagai wakil ketua majelis tinggi partai. Dalam kesempatan itu, SBY juga menegaskan sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat akan mengambil langkah tegas terhadap kadernya yang tidak mematuhi keputusan. Ia juga meminta kepada kader yang merasa tidak nyaman dengan kondisi elektabilitas Partai Demokrat untuk keluar dari partai. Dalam rangka konsolidasi partai, SBY menyatakan dalam waktu dekat akan berlangsung pertemuan yang dihadiri seluruh pimpinan cabang di daerah. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang. Karena, surat keputusan penetapan tersangka itu harus menunggu tanda tangan para pimpinan KPK sebelum diumumkan secara resmi. "Semua sudah sepakat, tetapi kan harus ditandatangani semua pimpinan. Saat ini tiga pimpinan tidak ada di kantor KPK," kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/2). Menurut dia, sejauh ini pimpinan KPK belum satu suara dalam menetapkan status hukum Anas dalam suatu tindak pidana korupsi. Abraham Samad menyebutkan, penetapan status Anas karena belum ada persamaan pendapat antarpimpinan KPK. Dia menegaskan, pimpinan KPK yang ada di kantor KPK kemarin hanya dirinya dan Zulkarnaen. Sedangkan tiga pimpinan lainnya, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja, tidak berada di kantor KPK saat itu. "Saya ingin memperlihatkan fakta bahwa yang ada di kantor ini cuma ada dua pimpinan. Jadi, kami tidak bisa melakukan diskusi panjang untuk mengambil suatu keputusan. Masih banyak hal yang perlu didiskusikan dan disamakan persepsinya. Karena, ada beberapa hal yang mungkin menjadi sesuatu yang harus disamakan," kata Abraham. Dia meminta semua pihak bisa bersabar dalam menunggu kepastian hukum Anas. Hal itu dimaksudkan supaya tidak ada fakta yang tercecer jika kasus itu dibuka secara terburu-buru. "Tunggu saja, nanti kalau disampaikan sepotong-sepotong, jadi tidak bagus. Ini, kan, tiga pimpinan di luar. Jadi, sulit mengambil keputusan. Begitu juga minggu depan, kayaknya saya ada acara penandatanganan di luar. Tapi, kita lihat saja nanti," ucapnya. Sementara itu, Bambang Widjojanto melalui pesan dari telepon selulernya menegaskan, semua putusan untuk menetapkan status hukum suatu perkara melalui forum ekspose yang tidak hanya ada pimpinan, tetapi juga deputi, direktur, dan satuan tugas (satgas) yang menangani perkara itu. "Itulah yang disebut dengan kolegalitas. Salah besar kalau pimpinan saja yang menentukan naik tidaknya suatu kasus ke tahap selanjutnya. Kalau pimpinan tidak baca kasus dan argumennya lemah, akan menjadi sulit. Itu sebabnya, conviction rate (tingkat keyakinan) KPK adalah 100 persen," kata Bambang. Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Gede Pasek Suardika menilai, isu yang menyebutkan Anas telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dibangun oleh jaringan tertentu untuk membentuk opini. "Saya yakin itu hoax dan dibangun oleh jaringan tertentu untuk melakukan peradilan opini dengan mengambil momentum dinamisnya internal demokrat," ujar Pasek. Apalagi, menurut dia, KPK sudah menyatakan secara resmi bahwa hal itu tidak benar sehingga sewajarnya isu seperti itu tidak perlu dijadikan berita lagi. Ia juga sangat yakin, komisioner KPK sangat tangguh dalam menghadapi intervensi dari kekuatan sebesar apa pun. "Saya merasakan dan mengamati kekuatan itu. Hasilnya sudah nyata. Mereka yang salah dinyatakan bersalah, yang tidak salah, ya tidak dipaksakan bersalah. Sebagai mitra kerja Komisi III, saya berharap hal ini bisa dipertahankan," kata Pasek. Oleh sebab itu, dia berharap mereka yang terus berupaya mau memperalat KPK untuk pemenuhan ambisi politik sebaiknya tahu diri. "Jadi, jangan menggunakan 'palu godam' hukum untuk kepentingan politik. Itu namanya politikus pengecut," ujarnya. Sementara itu, pertemuan elite Partai Demokrat di kediaman Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/2) malam, berlangsung. Selain dihadiri anggota Dewan Pembina, Majelis Tinggi Partai Demokrat seperti Syarif Hasan, Ahmad Mubarok, dan Marzuki Alie, juga hadir Anas Urbaningrum dan Sekjen DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Terkait perkembangan kasus Hambalang, alumni Kelompok Cipayung (AKC) juga mendesak Anas mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
AKC yang terdiri atas Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII), mendesak setiap kader dan alumni AKC yang dituduh korupsi untuk mundur, termasuk Anas Urbaningrum maupun Ketua Umum DPP PKB A Muhaimin Iskandar. "Kalau ada alumni Kelompok Cipayung dituduh terlibat korupsi, maka harus mundur untuk memberi contoh yang baik kepada generasi muda dan masyarakat. Dan, kepemimpinannya bisa diganti oleh kader yang lain yang lebih baik, bersih, idealis, dan memiliki integritas untuk bangsa dan negara ini," kata Sekjen Pengurus Besar IKA PMII A Effendy Choirie kepada wartawan di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (8/2). Gus Choi didampingi Soebandrio, Bambang Soesatyo, Manimbang Kahariadi (KAHMI), Riad Osca Khaliq (GMNI), Andalu Sanyoto (GMKI), dan Hermawi F Taslim (PMKRI). (Rully/Nefan Kristiono/Sugandi)
Sumber: Suara Karya Online