Jakarta - Batu bergambar naga di Gunung Tilu, Kuningan,
Jawa Barat masih menyimpan misteri. Batu menhir zaman megalitikum itu
pun mengundang arkeolog untuk menyelidiki.
Pada 23-25 Januari lalu, Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) melakukan ekspedisi arkeologi publik. Salah satu yang diteliti yakni meneliti batu yang kedua. Ada dua batu menhir yang tegak berdiri di puncak gunung.
"Batu tersebut memiliki tiga sisi. Sisi pertama ada relief kepala naga sampai bagian badan. Sisi kedua ada relief naga utuh mulai dari kepala, badan, dan ekor yang bercabang tiga. Lalu ada figur manusia memegang buntut naga tersebut. Figur manusia ini tidak memakai penutup di bagian bawahnya, sehingga alat kelamin laki-laki terlihat jelas pada relief tersebut," jelas Ketua MARI yang juga Arkeolog UI Ali Akbar, Sabtu (31/1/2015).
Menurut dia, relief sisi yang ketiga cukup kaya bentuk. Terdapat relief yang menarik untuk ditelaah.
"Seperti tokoh Semar dan Togog, rumah atau gunung, burung, bokor, ular, dan tiga figur berkepala hewan namun berbadan manusia. Relief tersebut dipahat dengan teknik relief rendah sehingga cenderung tipis atau dua dimensi," imbuh dia.
"Bardasarkan penelitian kali ini sepertinya sudah mulai terungkap mitologi yang dipercaya masyarakat saat itu. Bahkan kosmologi yang berkembang saat ini sudah mulai dapat ditafsiirkan. Misalnya kemungkinan perkawinan antara naga dan figur lelaki tanpa celana. Tapi masih banyak misteri yang menganga," tambah Ali.
Di sekitar menhir terdapat struktur batu seperti bangunan punden berundak. Selain itu terdapat struktur batu seperti pondasi bangunan dengan ukuran panjang dan lebar sekitar 5 meter. Pada salah satu sisinya terdapat tangga. Diduga masih banyak bentuk kepurbakalaan lainnya jika dilakukan penelitian secara seksama.
Untuk mencapai situs di puncak gunung tersebut harus berjalan kaki menerobos hutan tanpa adanya jalur pendakian. Oleh MARI kali ini dilakukan program pengabdian pada masyarakat. Warga Dusun Banjaran yang bermukim di kaki Gunung Tilu diberi pelatihan untuk menjadi pemandu jika ada pengunjung yang ingin melihat situs. Warga diberi pengetahuan mengenai arkeologi dan peninggalan yang ada di situs tersebut. Mengingat cukup sulitnya medan, maka pengunjung situs disarankan dipandu oleh warga Dusun Banjaran.
Pada 23-25 Januari lalu, Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) melakukan ekspedisi arkeologi publik. Salah satu yang diteliti yakni meneliti batu yang kedua. Ada dua batu menhir yang tegak berdiri di puncak gunung.
"Batu tersebut memiliki tiga sisi. Sisi pertama ada relief kepala naga sampai bagian badan. Sisi kedua ada relief naga utuh mulai dari kepala, badan, dan ekor yang bercabang tiga. Lalu ada figur manusia memegang buntut naga tersebut. Figur manusia ini tidak memakai penutup di bagian bawahnya, sehingga alat kelamin laki-laki terlihat jelas pada relief tersebut," jelas Ketua MARI yang juga Arkeolog UI Ali Akbar, Sabtu (31/1/2015).
Menurut dia, relief sisi yang ketiga cukup kaya bentuk. Terdapat relief yang menarik untuk ditelaah.
"Seperti tokoh Semar dan Togog, rumah atau gunung, burung, bokor, ular, dan tiga figur berkepala hewan namun berbadan manusia. Relief tersebut dipahat dengan teknik relief rendah sehingga cenderung tipis atau dua dimensi," imbuh dia.
"Bardasarkan penelitian kali ini sepertinya sudah mulai terungkap mitologi yang dipercaya masyarakat saat itu. Bahkan kosmologi yang berkembang saat ini sudah mulai dapat ditafsiirkan. Misalnya kemungkinan perkawinan antara naga dan figur lelaki tanpa celana. Tapi masih banyak misteri yang menganga," tambah Ali.
Di sekitar menhir terdapat struktur batu seperti bangunan punden berundak. Selain itu terdapat struktur batu seperti pondasi bangunan dengan ukuran panjang dan lebar sekitar 5 meter. Pada salah satu sisinya terdapat tangga. Diduga masih banyak bentuk kepurbakalaan lainnya jika dilakukan penelitian secara seksama.
Untuk mencapai situs di puncak gunung tersebut harus berjalan kaki menerobos hutan tanpa adanya jalur pendakian. Oleh MARI kali ini dilakukan program pengabdian pada masyarakat. Warga Dusun Banjaran yang bermukim di kaki Gunung Tilu diberi pelatihan untuk menjadi pemandu jika ada pengunjung yang ingin melihat situs. Warga diberi pengetahuan mengenai arkeologi dan peninggalan yang ada di situs tersebut. Mengingat cukup sulitnya medan, maka pengunjung situs disarankan dipandu oleh warga Dusun Banjaran.
Sumber: http://news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar