Tampilkan postingan dengan label Kartu Jakarta Sehat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kartu Jakarta Sehat. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Mei 2013

Kartu Jakarta Sehat dan Rencana Pemakzulan Jokowi

Kisruh Kartu Jakarta Sehat mengancam posisi Joko Widodo.

 
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo / (VIVAnews/Fernando Randy)

VIVAnews - Kisruh Kartu Jakarta Sehat mengancam posisi Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta. DPRD DKI Jakarta berencana menggunakan hak impeachment atau pemakzulan. Mereka menganggap Jokowi tak mampu menyelesaikan masalah jaminan kesehatan masyarakat.

Niat impeachment sendiri sudah digulirkan DPRD sejak dua hari lalu. Kemarin anggota Komisi Bidang Kesehatan DPRD DKI Jakarta Asraf Ali menegaskan ancaman ini. Ia mengatakan sudah mengumpulkan 32 tanda tangan anggota DPRD yang akan memakzulkan mantan walikota Solo ini. Mereka yang membubuhkan tanda tangan adalah anggota Fraksi Demokrat, PPP, Hanura, PDS, PAN, PKB, dan Golkar.

Penggalangan tanda tangan ini didorong rencana mundurnya 16 rumah sakit pelaksana program KJS. Dewan merespon semua keluhan rumah sakit akibat sistem pembayaran INA CBG's yang diterapkan.

Indonesia Case Base Groups atau INA CBGs adalah tarif paket dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berdasarkan jenis penyakit atau diagnosis dan prosedur pelayanan yang berkaitan dengan mutu serta efektivitas pelayanan. Kebijakan ini juga untuk pengendalian biaya rumah sakit.

Pada paket ini, Pemprov DKI harus membayar premi asuransi kesehatan kepada PT Askes sebesar Rp23.000 per kepala per bulan. Namun premi ini dinilai tak layak. Karena itu, 16 rumah sakit rekanan menyatakan mengundurkan diri.

Namun, Jokowi menanggapi santai munculnya isu impeachment ini. "DPRD mau impeachment, ya silakan. Saya siap saja kok," katanya di Balai Kota, Jumat, 24 Mei 2013.

Ia menjelaskan DPRD mempunyai banyak hak untuk mengkritisi. Menurutnya, semua sistem punya fungsi dan kebijakan. Fungsi legislatif hanya melakukan pengawasan, tidak menjalankan program.

Jokowi menilai bahwa ancaman itu salah sasaran. Menurutnya, akar permasalahan KJS, yaitu INA CBG's, bukanlah tanggung jawab Pemprov DKI semata.

"INA CBG's itu tugasnya Kemenkes. KJS hanya dijadikan percontohan pemerintah pusat sebelum diberlakukan secara nasional," katanya.

Jokowi menjelaskan ada ketidaksamaan nilai biaya pelayanan kesehatan antar rumah sakit. Ongkos layanan ini juga menyangkut satus dari rumah sakit dari tipe A hingga D. Selain itu ada perbedaan dalam tindakan medis terhadap sebuah penyakit.

"Contohnya, tindakan medis. Misalnya sakit perut ada yang diputuskan dioperasi, ada dengan obat. Sistem itu yang diperbaiki. Bukan KJS-nya," kata Jokowi.

Sedangkan untuk biaya layanan, Jokowi mencontohkan ongkos cuci darah. Di RS A biayanya Rp2 juta. Di RS B biayanya Rp1 juta dan di RS C biayanya Rp600 ribu. "Ini harus distandarkan. Kalau semua sama Rp2 Juta, anggarannya jebol," katanya.

Belagu dan ngawur
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama justru mempertanyakan niat pemakzulan ini. "Kalau mau tanya, ya panggil kami saja. Hak tanya saja dibilang pemakzulan. Belagu banget," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota.

Justru Ahok mempertanyakan bagaimana upaya itu dilakukan. Provinsi itu terdiri dari pemerintah dan DPRD. "Ini bukan seperti hubungan DPR dengan presiden. Ini beda," tuturnya.

Mantan Bupati Belitung ini menjelaskan DPRD memang mempunyai banyak hak. Namun dalam permasalahan ini, DPRD juga bisa menggunakan hak interpelasi yang merupakan hak meminta keterangan.

Ketua Fraksi Partai Gerindara DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi justru mempertanyakan rencana impeachment ini. Menurut Sanusi ancaman pemakzulan itu berlebihan. "Interpelasi silakan saja, ini kan bagian dari demokrasi. Kami tidak dapat membendung. Tapi kalau impeachment, terlalu ngawur," katanya.

Sanusi menjelaskan, untuk melakukan pemakzulan, harus menempuh jalur yang panjang. Tidak bisa dengan mudah. Gubernur dalam tata tertib dan undang-undang, kata Sanusi, dapat dimakzulkan jika meninggal dunia dan melakukan pelanggaran berat. "Menurut saya gagasan ini, ya terlalu ngawur," katanya.

Hak interpelasi menurutnya wajar, untuk meminta penjelasan dari gubernur sendiri. Tapi, kata dia, persoalan Kartu Jakarta Sehat (KJS) sudah dibahas Komisi E bersama Dinas Kesehatan dan 16 rumah sakit yang mengundurkan diri dari program KJS. "Saya rasa sudah selesai," katanya.

Karena itu, Fraksi Gerindra dengan tegas menolak usulan pemakzulan terhadap Gubernur Jokowi. "Bagi fraksi ini semua masalah sudah selesai dalam pertemuan kemarin. Makanya kami tak akan ikut dalam upaya penggalangan ini," katanya.

Senada dengan Gerindra, Ketua Fraksi Partai Demokrat Jhony Wenas menegaskan, kisruh soal KJS sudah selesai dibahas. Sehingga, tidak diperlukan lagi interpelasi, bahkan pemakzulan.

"Ini sudah diselesaikan. Terus apa lagi yang mau ditanyakan ke gubernur," ujarnya.

Jhony Wenas menilai jika usulan yang tengah digadang anggota adalah usulan personal anggota, bukan fraksi ataupun partai. "Ya itu kan hak interpelasi. Hak perorangan yang dimiliki anggota DPRD," katanya. (eh)

BERITA TERKAIT:

Rencana Interpelasi Jokowi Bakal Mentah?

Sumber: http://metro.news.viva.co.id/