Tampilkan postingan dengan label SMA dan SMK di Jawa Barat ditarik ke Provinsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SMA dan SMK di Jawa Barat ditarik ke Provinsi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Mei 2016

SMA DAN SMK KINI DIKELOLA PEMPROV JAWA BARAT

SMA DAN SMK KINI DIKELOLA PEMPROV JAWA BARAT

Bandung, UPI
Gubernur Jawa Barat H. Ahmad Heryawan menyatakan, alih kelola Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA dan SMK) dari Kabupaten/Kota ke Provinsi Jawa Barat menjadi penanda bahwa pendidikan di Jawa Barat harus semakin lebih baik. Bahkan, dengan alih kelola ini, SMA dan SMK dapat mencapai kualitas dunia. Dengan demikian, sumber daya manusia Indonesia mampu memenangi setiap persaingan dunia.
“Saya menjamin, alih kelola kali ini menyebabkan pendidikan di Jawa Barat semakin bermutu dan menyebabkan SDM kita memiliki daya saing tinggi sehingga mampu memenangi persaingan global,” kata Gubernur Jabar sebagaimana dikemukakan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dr. Asep Hilman, M.Pd. di Bandung belum lama ini.
Pengelolaan SMA dan SMK oleh Provinsi sempat menuai kritik. Pasalnya, pengelolaan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) pernah ditangani Kantor Wilayah Pendidikan Provinsi, namun saat diberlakukan otonomi daerah, SLTA diserahkan kepada Kabupaten/Kota. Kini SMA dan SMK akan dikembalikan pengelolaannya kepada Pemprov.  Kritik menyatakan, siapa pun yang mengelola,  ternyata hasilnya sama saja.
Mengomentari kritik tersebut, Gubernu Jabar menyatakan, alih kelola SMA dan SMK kali ini berbeda, karena momentum ini menjadi titik tolak pendidikan di Jabar semakin bermutu. Kualitas pendidikan ditandai dengan SDM Jawa Barat memiliki daya saing tinggi sehingga mampu memenangi persaingan global.
2
“Kalau kinerja SDM yang mengelola SMA dan SMK di Kabupaten/Kota dan Provinsi sama saja, maka siapa pun yang mengelolanya hasilnya sama saja. Apalagi kalau program pendidikan yang dilakukan hanya copy-paste, maka pasti tidak ada perubahan. Tapi bagi Pemprov Jabar, alih kelola SMAdan SMK dari Kabupaten/Kota kali ini harus memberikan makna yang signifikan. Bahkan saya menjamin, pengelolaan SMA dan SMK oleh Provinsi akan menjadi lebih baik,” kata Asep Hilman.
Gubernur percaya bahwa alih kelola ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Jawa Barat. Sebab, aparatur di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sudah siap mengelola SMA dan SMK ini lebih baik. Mereka tengah berjuang melakukan perbaikan minimal sesuai dengan delapan standar nasional pendidikan, yaitu (1) Standar Kompetensi Lulusan; (2) Standar Isi; (3) Standar Proses; (4) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan; (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar Pengelolaan; (7) Standar Pembiayaan Pendidikan; dan (8) Standar Penilaian Pendidikan.
“Bagi Jawa Barat, delapan standar nasional ini hanyalah standar minimum. Jabar harus mencapai standar yang lebih tinggi dari standar ini, sehingga Jawa Barat dapat menjadi provinsi terbaik dalam pembangunan bidang pendidikan,” kata Asep Hilman.
Pemprov Jabar memiliki sejumlah terobosan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Jabar, khususnya bagi SMA dan SMK. Terobosan tersebut dijabarkan dalam sejumlah program unggulan. Salah satunya, Pemprov Jabar menjadikan pendidikan karakter sebagai kojo untuk menciptakan SDM Jawa Barat yang berkualitas. Agar lebih efektif, Pemprov akan mengasramakan selurus siswa SMA dan SMK, khususnya yang negeri. Sehingga, seluruh SMA dan SMK menjadi boarding schoolatau SMA dan SMK berbasis pesantren.
Diungkapkan, tahun 2016 ini, sebanyak tujuh SMAdan SMK di Jawa Barat, menyatakan siap menjadi sekolah berbasis pesantren. Sementara, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tahun ini juga menyiapkan 11  SMK baru lainnya untuk menjadi sekolah berasrama. Dengan demikian, akhir tahun 2016, diharapkan terdapat 18 SMA dan SMK di Jabar yang siswanya diasramakan.
“Dengan mengasramakan siswa SMA dan SMK, kita berharap Jawa Barat mampu menciptakan lulusan yang memiliki wawasan kepesantrenan sehingga terwujud insan yang berakhlak mulia. Itulah sebabnya, kita terus memperbanyak sekolah berbasis pesantren. Tahun 2018, kita menargetkan akan menjadi 51 SMA dan SMK yang berasrama, sampai akhirnya semua SMA dan SMK berasrama,” ujar Asep Hilman.
Dia berharap, lulusan SMK dan SMA dengan boarding school memiliki keterampilan berwirausaha. Kalaupun mau melanjutkan kuliah, dengan tinggal di asrama, mereka akan lebih siap karena memiliki waktu belajar yang lebih banyak. Bahkan secara praktis, dengan mengasramakan siswa, lulusan SMK/SMA lebih mudah bekerja di dunia usaha dan dunia industri sehingga menjadi insan yang mandiri.
Asep Hilman menjelaskan, mengasramakan siswa SMA dan SMK sangat strategis. Sebab, membekali peserta didik di sekolah dengan pendidikan kecakapan hidup (life skill) merupakan keharusan menghadapi era persaingan ketat saat ini. Pendidikan harus memberikan pengalaman sebanyak-banyaknya kepada peserta didik untuk lebih mengenal kerasnya perjuangan hidup yang mereka hadapi sekarang dan masa depan. Pendidikan juga diharapkan memberi manfaat yang luas bagi kehidupan suatu bangsa.
“Saya sangat mendukung dengan pendapat bahwa mengasramakan siswa memang tak berbeda dengan pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat terkenal di Indonesia. Lembaga pendidikan ini mengajarkan santrinya selama 24 jam. Tak hanya mengajarkan kecerdasan otak, tapi juga mengajarkan moral, perilaku, dan nilai. Suasana pesantren memungkinkan terciptanya perilaku siswa yang positif, karena mereka akan meneladani perilaku pendidiknya dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Asep Hilman.
Pendidikan karakter didukung dengan berbagai program lain, seperti Program Pelatihan Kepemimpinan bagi para calon pemimpin bangsa. Para aktivis di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya seperti Palang Merah Remaja, Pramuka, dan lain sebagainya harus memupuk jiwa kepemimpinan. Disdik Provinsi Jawa Barat memberikan kesempatan kepada para aktivis untuk berinteraksi dengan aktivis lainnya dengan menyelenggarakan berbagai pendidikan kepemimpinan pada tingkat daerah dan regional.
Para pemimpin muda Jawa Barat, kata Asep Hilman, terus diperkuat iman dan takwanya. Jiwa keagamaan yang ditanamkan keluarga sejak di rumah, di masjid, dan saat sekolah di SD serta SMP terus dipupuk saat SMA atau SMK. Bahkan pendidikan keagamaan harus mulai dikembangkan dalam berbagai aktivitas religius yang dipadukan dalam kehidupan empirik. Dengan demikian, sikap keagamaan pemimpin kita di masa mendatang tidak berhenti pada tataran artifisial, melainkan lebih substantif. Agama menjadi wahana menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, tidak hanya untuk pemimpin namun juga untuk masyarakat yang dipimpinnya.
Terobosan kedua, kata Asep Hilman, Pemprov mengembangan Sekolah Digital Berbasis Keunggulan Lokal Jawa Barat. Sebab, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi demikian pesat saat ini. Menyikapi hal tersebut pendidikan abad 21 mengisyaratkat perlunya memanfaatkan TIK dalam pembelajaran untuk meningkatkan kesiapan generasi mendatang agar mampu bersaing di tingkat nasional, regional maupun internasional.
“Pembelajaran jarak jauh berbasis internet menjadi pilihan rasional untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran di SMA/SMK. Dalam upaya mendorong SMA SMK Jawa Barat untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh menuju era masyarakat ekonomi Asia Tenggara diperlukan upaya perintisan sekolah digital Jawa Barat,” ujar Asep Hilman.
Di samping menyongsong MEA, penyiapan pembelajaran jarak jauh di Jawa Barat juga diharapkan mampu merintis berbagai upaya untuk mencapai beberapa target, di antarnya, untuk memeratakan kualitas pendidikan di berbagai daerah dan menghilangkan kendala geografis untuk meningkatkan APK (angka partisipasi kasar) Jawa Barat.
Untuk memulai perintisan sekolah digital Jawa Barat, ujar Gubernur, dilakukan  pola pembentukan sekolah induk, sekolah binaan dan sekolah imbas. Sekolah induk adalah 10 SMA dan SMK Kota Bandung yang terdiri atas 7 SMK dan 3 SMA yang telah aktif dalam UDJ Kota Bandung. Sedangkan sekolah pembina adalah 27 SMA dan 27 SMK di seluruh Kabupaten Kota di Jawa Barat yang memenuhi kriteria. Selanjutnya setiap sekolah tersebut membina 5 sekolah lain (5 SMA dan 5 SMK Negeri dan swasta) di kota/kabupaten masing-masing.  Di antara 10 sekolah induk di Kota Bandung ditunjuk 1 sekolah koordinator.
Yang paling utama, kata Asep Hilman selanjutnya, aksesibitas terhadap pendidikan bagi lulusan SMP dan Madrasah Tsanawiyah, harus semakin luas. Hambatan soal pembiayaan harus segera diatasi. Itulah sebabnya, Pemprov Jabar berusaha mewujudkan bantuan operasional sekolah (BOS) sebesar Rp 2.500.000 persiswa pertahun. Sebanyak Rp 1.500.000 diusahakan dari APBN dan Rp 1.000.000 berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat.
“Dengan mengatasi hambatan pembiayaan pendidikan, diharapkan tidak ada lagi alasan masyarakat tidak mampu untuk tidak sekolah. Sebaliknya, semakin besar bantuan pemerintah, semakin besar aksesibilitas masyarakat terhadap dunia pendidikan,” ujar Gubernur. (WAS)
Humas UPI | 20/05/2016 |

Sumber: http://berita.upi.edu/?p=9235