Tampilkan postingan dengan label Religius. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Religius. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Oktober 2016

Surat Al-Kafirun Lengkap Arab, Latin dan Artinya

Surat Al-Kafirun Lengkap Arab, Latin dan Terjemahannya

Dalam sholat tarawih khususnya 20 raka'at (23 raka'at + witir), Surat Al-Kaafiruun dibaca pada raka'at ke-15. 

Dalam kitab suci Al-Qur'an, surat Al-Kafirunmerupakan surat ke-109 yang terdiri dari 6 ayat dan surat ini termasuk surat Makiyyah yaitu ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Adapun isi pokok dari surat Al-Kaafiruunyaitu tidak diijinkannya kompromi dalam bentuk mencampuradukkan ajaran agama, sedangkan untuk nama Al-Kaafiruun sendiri diambil dari kata pada ayat pertama surat ini (Al-Kaafiruun = Orang-orang kafir).


Berikut adalah lafadz bacaan Surat Al-Kaafiruun Lengkap dalam bahasa Arab, tulisan latin dan artinya

قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْكَٰفِرُونَ ﴿١﴾ لَآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ ﴿٦

QUL YAA AYYUHAL KAAFIRUUNA. LAA A'BUDU MAA TA'BUDUUNA. WALAA ANTUM 'AABIDUUNA MAA A'BUDU. WA LAA ANAA 'AABIDUM MAA 'ABADTUN. WA LAA ANTUM 'AABIDUUNA MAA A'BUDU LAKUM DIINUKUM WALIYA DIINI.
 Artinya :
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-Kaafiruun : 1-6)
Video Bacaan Surat Al-Kaafiruun

Itulah bacaan Surat Al-Kafirun Lengkap Terjemahannya yang dapat kami share pada kesempatan ini. Seperti yang sudah kami sampaikan diatas, bahwa isi pokok Surat Al-Kaafiruun yaitu tidak diijinkannya kompromi dalam bentuk mencampuradukkan ajaran agama. Adapun yang melatar belakangi turunnya surat ini yaitu Pada masa penyebaran Islam di Mekkah, kaum Quraisy yang menentang Rasulullah SAW tak henti-hentinya mencari cara untuk menghentikan ancaman Islam terhadap kepercayaan nenek moyang mereka. Pada salah satu upaya tersebut mereka berusaha mengajukan proposal kompromi kepada Rasulullah SAW dimana mereka menawarkan: jika Rasulullah mau memuja Tuhan mereka, maka merekapun akan memuja Tuhan sebagaimana konsep Islam.

Sumber:
http://www.blogkhususdoa.com/2015/06/bacaan-surat-al-kafirun-lengkap-arab-latin-dan-artinya.html 

Kamis, 06 Oktober 2016

Al Quran Surah Al Maidah Ayat 51 - 60 dan Terjemahnya

Al Quran Surah Al Maidah Ayat 51 - 60 dan Terjemahnya


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.



51. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.


52.  فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.


53. وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ
Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi.


54. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 
Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.


55.  إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ 
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).


56. وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ 
Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.


57. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.


58. وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ 
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.


59. قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ
Katakanlah: "Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?"


60. قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?" Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.




 المائدة
Al Maidah 120 Ayat,Surah Ke 5
Golongan Surah Madaniyyah

Sumber: http://sultonimubin.blogspot.co.id/2012/09/al-maidah-ayat-51-60-dan-terjemah.html

Jumat, 29 April 2016

10 Karakter atau Ciri Khas Pribadi Muslim Sejati

10 Karakter atau Ciri Khas Pribadi Muslim Sejati


Al-Qur’an dan Hadits adalah dua pusaka Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang sangat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim.

Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari ALLAH SWT.

Persepsi atau gambaran masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah-nya saja.
Padahal, itu hanyalah salah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Bila disederhanakan, setidaknya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.

1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)

Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuanNya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi ALLAH tuhan semesta alam” (QS. Al-An’aam [6]:162).
Karena aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang amat penting, maka pada masa awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)

Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”.
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh) 

Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada ALLAH SWT maupun dengan makhluk-makhlukNya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an. ALLAH berfirman yang artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam [68]:4).

4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)

Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan ALLAH dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah. (HR. Muslim)

5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir) 

Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah ALLAH menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS. Al-Baqarah [2]: 219)
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.
ALLAH SWT berfirman yang artinya:
Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”‘, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar [39]: 9)

6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan.
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)

7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)

Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari ALLAH dan Rasul-Nya. ALLAH SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
ALLAH SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit,muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)

Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga ALLAH menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri) 

Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.
Karena, pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari ALLAH SWT. Rezeki yang telah ALLAH sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau keterampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)

Nafi’un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.
Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir)
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Hadits. Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing. Wallahu’alam

Sumber: http://www.pusatalquran.com/2014/05/10-karakter-atau-ciri-khas-pribadi.html

Rabu, 16 Desember 2015

Toleransi dalam Islam Berakar pada Empat Prinsip

Toleransi dalam Islam Berakar pada Empat Prinsip

Red: Agung Sasongko
Musiron/Republika
Toleransi sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW
Toleransi sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang ditemani banyak sahabat. Tiba-tiba, lewat jenazah diantar menuju ke pemakaman. Rasulullah berdiri, seperti memberi hormat. Disampaikan kepada beliau bahwa jenazah itu orang Yahudi, tak pantas memperoleh penghormatan. Namun, Nabi balik bertanya, “Alaisat nafsan (bukankah ia juga manusia)?" (HR Bukhari dan Muslim).

Riwayat ini dikutip oleh Syekh Qardhawi sebagai salah satu contoh torelansi Islam. Dikatakan, toleransi adalah sikap menghormati dan menghargai adanya perbedaan-perbedaan, baik pendapat, pemikiran, agama, dan adat istiada (budaya). Toleransi selanjutnya bermakna membangun hubungan yang baik dengan sesama manusia (hablun minannas).

Dalam Alquran ditemukan banyak contoh soal teleransi. Dalam kontes keluarga, misalnya, disebutkan apabila kedua orang tua kita menyuruh kepada agama lain (kemusyrikan), kita tidak boleh mematuhinya karena dalam Islam tiada kepatuhan kepada makhluk apabila durhaka kepada khalik. Namun demikian, kita disuruh tetap membangun hubungan yang baik dengan kedua orang tua (baca: QS Luqman [31]: 15).

Dalam konteks kemasyarakat lebih luas, disebutkan bahwa orang-orang yang mulia berkenan memberi bantuan dan donasi kepada orang-orang lemah, orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.” (QS al-Insan [76]: 8). Yang dimaksud dengan orang yang ditawan ketika ayat ini turun tentu adalah kafir Quraisy Mekah yang bukan hanya berbeda agama, melainkan musuh yang sangat anti Islam. Begitupun, Allah SWT meminta Nabi dan kaum Muslim agar memperlakukan tawanan perang dengan santun.

Toleransi Islam, menuret Qardhawi, berakar pada empat prinsip. Pertama, prinsip keragaman, pluralitas (al-ta`addudiyah). Keragaman sejatinya merupakan watak alam, dan bagian dari sunanatullah. Orang Muslim, kata Qardhawi, meyakini Keesaan Allah (al-Khalik) dan keberagaman ciptaan-Nya (makhluk). Dalam keragaman itu, kita disuruh saling mengenal dan menghargai. (QS al-Hujurat [43]: 13).

Kedua, prinsip bahwa perbedaan terjadi karena kehendak Tuhan (waqi` bi masyi’atillah). Alquran sendiri menegaskan bahwa perbedaan agama karena kehendak-Nya. Allah SWT tentu tidak berkehendak pada sesuatu kecuali ada kebaikan di dalamnya. Kalau Allah menhendaki maka semua penduduk bumi menjadi Islam. Namun, hal demikian tidak dikehendaki-Nya. (QS Yunus [10]: 99).

Ketiga, prinsip yang memandang manusia sebagai satu keluarga (ka usrah wahidah). Semua orang, dari sisi penciptaan, kembali kepada satu Tuhan, yaitu Allah SWT, dan dari sisi nasab, keturunan, ia kembali kepada satu asal (bapak), yaitu Nabi Adam AS. Pesan ini terbaca dengan jelas dalam surah al-Nisa ayat 1 dan dalam dekalrasi Nabi SAW yang amat mengesankan pada haji wada`.

Keempat, prinsip kemuliaan manusia dari sisi kemanusiannya (takrim al-Insan li-insaniyyatih). Manusia adalah makhluk tertingi ciptaan Allah, dimuliakan dan dilebihkan atas makhluk-makhluk lain (QS al-Isra [17]: 70), dan dinobatkannya sebagai khalifah (QS al-Baqarah [2]: 30). Penghormatan Nabi kepada jenazah Yahudi dilakukan semata-mata karena kemanusiannya, bukan warna kulit, suku, atau agamanya.

Toleransi Islam diajarkan dalam konteks sosial, bukan vertikal dengan satu tujuan, yaitu mewujudkan rasa aman dan damai. (QS Quraisy [106]: 3-4). Wallahu a`lam! 


Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/15/05/28/np1770-toleransi-islam-berakar-pada-empat-prinsip

Minggu, 11 Januari 2015

Hukum Waris Islam

Hukum Waris Islam

Warisan dalam Islam
Dalam hukum waris Islam, apabila semua ahli waris berkumpul, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya ada 5 (lima) orang yaitu anak kandung (laki-laki dan perempuan), ayah, ibu, istri (janda), suami (duda). Sedang ahli waris lain tidak mendapat apa-apa. Ini adalah prinsip dasar hukum waris Islam yang perlu diketahui oleh kalangan awam. Apabila kelima orang di atas tidak lengkap, maka ahli waris lain punya peluang untuk mendapat warisan seperti uraian dalam artikel ini.

Juga, anak angkat (adopsi) bukan termasuk ahli waris dan tidak mendapat warisan dalam situasi apapun. Alternatifnya, orang tua angkatnya hendaknya memberi mereka hibah atau wasiat sebelum meninggal agar anak angkat mendapat bagian harta.

Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit).

DAFTAR ISI
  1. Definisi Warisan
  2. Dalil Dasar Hukum Waris
  3. Kewajiban Ahli Waris Pada Pewaris
  4. Syarat Waris
  5. Rukun Waris
  6. Nama Ahli Waris dan Bagiannya
    1. Anak Laki-laki
    2. Anak Perempuan
    3. Ayah
    4. Ibu
    5. Suami (Duda)
    6. Istri (Janda)
    7. Kakek
    8. Nenek
    9. Cucu Laki-laki
    10. Cucu Perempuan
    11. Saudara Laki-laki Kandung
    12. Saudara Perempuan Kandung
    13. Saudara Laki-laki Sebapak
    14. Saudara Perempuan se-Bapak - Ukhti li Abi
    15. Saudara Laki-laki dan Perempuan se-Ibu - Akhi/Ukhti li Ummi
  7. Ahli Waris dan Bagian Warisan
    1. Bagian Warisan (Al-Furudh al-Muqaddarah)
    2. Bagian Ashabah (At-Tanshib)
  8. Ahli Waris Ada 3 (Tiga) Macam
    1. Ahli Waris Ashabul Furudh
    2. Ahli Waris Asabah
    3. Ahli Waris Gabungan Furudh dan Asabah
  9. Ashabul Furudh dan Bagiannya
    1. Bagian 1/2 (Setengah)
    2. Bagian 1/4 (Seperempat)
    3. Bagian 1/8 (Seterdelapan)
    4. Bagian 2/3 (Dua pertiga)
    5. Bagian 1/3 (Sepertiga)
    6. Bagian 1/6 (Seperenam)
  10. Al-Mahjub Penghalang Ahli Waris Mendapat Warisan
    1. Ahli Waris Laki-laki
    2. Ahli Waris Perempuan
  11. Sebab Ahli Waris Tidak Boleh Menerima Warisan
  12. Perbedaan Mahjub dan Mahrum
  13. Dzawil Arham (Kerabat)
  14. Masalah Waris
    1. Masalah Umariyatain (Umar Dua)
    2. Masalah Kalalah
    3. Masalah Aul dan Radd
      1. Masalah Aul
      2. Masalah Radd
    4. Tidak Ada Ahli Waris
  15. ASAL MASALAH DALAM HITUNGAN HARTA WARISAN
    1. ISTILAH RUMUS DALAM ASAL MASALAH
    2. CARA MEMBAGI HARTA WARIS DENGAN CARA ASAL MASALAH

DEFINISI DAN PENGERTIAN WARISAN (FARAID)

Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit).

Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum yang lain baik itu berupa materi atau non-materi.

Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang (yang mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasar QS An-Nisa' 4:11-12.


I. DALIL DASAR HUKUM WARIS

Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran sebagai berikut:

- QS An-Nisa' 4:11-12
"يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَييْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (ayat 11).

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.(ayat 12)

- QS An-Nisa' 4:176
يَسْتَفْتُونَكَ قُلْ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ إِنْ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ
Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.


KEWAJIBAN AHLI WARIS KEPADA PEWARIS

Sebelum harta dibagi, ahli waris punya kewajiban terdadap pewaris yang wafat sbb:

a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;"
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.

*Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.


SYARAT WARISAN ISLAM

Syarat waris Islam ada 3 (tiga) yaitu:

1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.


RUKUN WARIS ISLAM
Rukun waris ada 3 (tiga) yaitu:

1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris.
3. Harta warisan.


NAMA AHLI WARIS DAN BAGIANNYA

Dari seluruh ahli waris yang tersebut di bawah ini, yang paling penting dan selalu mendapat bagian warisan ada 5 yaitu anak kandung (laki-laki dan perempuan), ayah, ibu, istri, suami.
Artinya apabila semua ahli waris di bawah berkumpul, maka yang mendapat warisan hanya kelima ahli waris di atas.

Sedangkan ahli waris yang lain dapat terhalang haknya (hijab/mahjub) karena bertemu dengan ahli waris yang lebih tinggi seperti cucu bertemu dengan anak.

Daftar nama ahli waris dan rincian bagian harta warisan yang diperoleh dalam berbagai kondisi yang berbeda.


BAGIAN WARIS ANAK LAKI-LAKI

Anak laki-laki selalu mendapat asabah atau sisa harta setelah dibagikan pada ahli waris yang lain. Walaupun demikian, anak laki-laki selalu mendapat bagian terbanyak karena keberadaannya dapat mengurangi bagian atau menghilangkan sama sekali (mahjub/hirman) hak dari ahli waris yang lain.

Dalam ilmu faraidh, anak laki-laki disebut ahli waris ashabah binafsih (asabah dengan diri sendiri)


BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN

- Anak perempuan mendapat 1/2 (setengah) harta warisan apabila (a) sendirian (anak tunggal) dan (b) tidak ada anak laki-laki.
- Anak perempuan Mendapat 2/3 (dua pertiga) apabila (a) lebih dari satu dan (b) tidak ada anak laki-laki.
- Anak perempuan mendapat bagian asabah (sisa) apabila ada anak laki-laki. Dalam keadaan ini maka anak perempuan mendapat setengah atau separuh dari bagian anak laki-laki. (QS An-Nisa' 4:11)


BAGIAN WARIS AYAH

- Ayah mendapat 1/3 (sepertiga) bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak.
- Ayah Mendapat bagian 1/6 (seperenam) apabila ada keturunan pewaris yang laki-laki seperti anak atau cucu laki-laki dan kebawah.
- Ayah mendapat bagian asabah dan bagian pasti sekaligus apabila ada keturunan pewaris yang perempuan yaitu anak perempuan atau cucu perempuan dan kebawah. Maka, ayah mendapat 1/6 (seperenam) dan asabah.

*Yang terhalang (mahjub) karena ayah adalah saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu. Semua tidak mendapat warisan karena adanya Ayah atau Kakek.


BAGIAN WARIS IBU

- Ibu mendapat 1/3 (sepertiga) warisan dengan syarat (a) tidak ada keturunan pewaris yaitu anak, cucu, dst; (b) tidak berkumpulnya beberapa saudara laki-laki dan saudara perempuan; (c) tidak adanya salah satu dari dua masalah umroh.

- Ibu mendapat 1/6 (seperenam) apabila (a) pewaris punya keturunan yaitu anak, cucu, kebawah; (b) atau adanya dua saudara laki-laki dan perempaun atau lebih.

- Ibu mendapat 1/3 (seperti) sisanya dalam masalah umaritain (umar dua) yaitu:
-- Istri, Ibu, Bapak. Masalah dari empat: suami 1/4 (satu), ibu 1/3 sisa (satu), yang lain untuk bapak (dua).
-- Suami, Ibu, Bapak. Masalah dari enam: suami 1/2 (tiga), ibu sisa 1/3 (satu), sisanya untuk bapak (dua).

*Ibu mendapat 1/3 dari sisa agar supaya tidak melebihi bagian bapak karena keduanya sederajat dari awal dan supaya laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari perempuan. (QS An-Nisa' 4:11)


BAGIAN WARIS SUAMI (DUDA)

- Suami atau duda yang ditinggal mati istri mendapat 1/2 (setengah) apabila istri tidak punya keturunan yang mewarisi yaitu anak laki-laki dan perempuan, cucu lak-laki dan kebawah, sedang cucu perempuan tidak menerima warisan.

- Suami mendapat 1/4 apabila ada keturunan yang mewarisi, baik mereka berasal dari hubungan dengan suami yang sekarang atau suami yang lain.


BAGIAN WARIS ISTRI (JANDA)

- Istri atau janda yang ditinggal mati suami mendapat 1/4 (seperempat) bagian apabila tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak laki dan perempuan, cucu laki-laki dan kebawah.
- Istri mendapat 1/8 (seperdelapan) bagian apabila suami punya keturunan yang mewarisi baik dari istri sekarang atau istri yang lain.
- Istri yang lebih dari satu harus berbagi dari bagian 1/4 atau 1/8 tersebut. (QS An-Nisa' 4:12)


BAGIAN WARIS KAKEK

- Kakek mendapat bagian 1/6 (seperenam) dengan syarat (a) adanya keturunan yang mewarisi; (b) tidak ada bapak.

- Kakek mendapat bagian asabah (siswa) apabila (a) mayit atau pewaris tidak punya keturunan yang mewarisi (anak kandung laki perempuan; cucu laki dan kebawah); (b) tidak ada bapak.

- Kakek mendapat bagian pasti dan asabah sekaligus apabila (a) ada keturunan yang mewarisi yang perempuan yaitu anak perempuan dan cucu perempuan anak laki (bintul ibni).

- Apabila ada bapak, maka kakek tidak mendapat apa-apa.

* Kakek yang mendapat warisan adalah yang tidak ada hubungan perempuan antara dia dan mayit seperti bapaknya bapak. Bagiannya seperti bagian warisnya bapak kecuali dalam masalah umariyatain dalam kasus terakhir maka ibu bersama kakek mendapat bagian 1/3 dari seluruh harta sedangkan apabila bersama ayah mendapat 1/3 dari sisa setelah diberikannya bagian suami/istri.


BAGIAN WARIS NENEK

- Nenek satu atau lebih mendapat 1/6 (seperenam) dengan syarat tidak ada ibu.

* Nenek terhalang (mahjub) alias tidak mendapat apa-apa apabila ada ibu.
* Nenek yang mendapat warisan adalah ibunya ibu, ibunya ayah, ibunya kakek dan keatas dari perempuan, dua dari arah ayah dan satu dari arah ibu.


BAGIAN WARIS CUCU LAKI-LAKI

Cucu laki-laki dari anak laki-laki mendapat bagian warisan dengan syarat dan ketentuan berikut:

- Bagian yang didapat adalah sisa tirkah (peninggalan) setelah dibagi dengan ahli waris lain yang mendapat bagian pasti (ashabul furudh)
- Tidak ada anak dari mayit yang masih hidup. Kalau ada anak pewaris yang masih hidup, maka cucu tidak mendapat hak waris karena terhalang (mahjub) oleh anak.


BAGIAN WARIS CUCU PEREMPUAN ANAK LAKI (BANATUL IBNI)

- Cucu perempuan dari anak laki (bintul ibni) satu atau lebih mendapat bagian asabah apabila berkumpul bersama saudaranya yang sederajat yaitu cucu laki-laki dari anak laki (ibnul ibni)
- Bintul ibni mendapat 1/2 (setengah) apabila (a) tidak ada saudara laki-laki sederajat; (b) sendirian atau tidak ada bintul ibni yang lain; (c) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak laki dan anak perempuan.
- Cucu perempuan dua atau lebih mendapat 2/3 (dua pertiga) dengan syarat (a) ada dua cucu perempuan dari anak laki atau lebih; (b) tidak ada ahli waris asabah (ibnul ibni - cucu laki dari anak laki) yaitu saudara laki-lakinya; (c) tidak ada keturunan yang mewarisi yang lebih tinggi yaitu anak laki dan anak perempuan.
- Cucu perempuan dari anak laki satu atau lebih mendapat bagian 1/6 (seperenam) apabila (a) tidak ada ahli waris asabah atau cucu laki-laki; (b) tidak ada keturunan yang mewarisi yang lebih tinggi yaitu anak kecuali anak perempuan (binti) yang mendapat 1/2.

* Cucu perempuan dari anak laki (bintul ibni) mendapat 1/6 apabila bersama anak perempuan yang mendapat 1/2 (separuh). Begitu juga, hukumnya cicit perempuan (bintu ibni ibni) bersama cucu perempuan (bintul ibni), dan seterusnya ke bawah.


BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI KANDUNG

- Saudara laki-laki kandung mendapat warisan sisa (asabah) dengan syarat apabila (a) tidak ada anak laki-laki; (b) tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki; (c) tidak ada bapak; (d) tidak ada kakek (menurut beberapa pendapat). Apabila ada para ahli waris ini, maka ia tidak mendapat warisan sama sekali karena terhalang (mahjub).


BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

- Saudara perempuan kandung mendapat 1/2 (setengah) dengan syarat (a) sendirian alias tidak ada saudara perempuan kandung yang lain; (b) tidak ada saudara kandung laki-laki; (c) tidak ada bapak atau kakek; (d) tidak ada anak, atau cucu.

- Mendapat 2/3 (dua pertiga) apabila (a) lebih dari satu; (b) tidak ada anak / cucu; (b) tidak ada bapak atau kakek; (c) tidak ada saudara kandung.

- Mendapat bagian asabah (sisa) apabila (a) bersamaan dengan saudara kandung laki-laki; (b) bersamaan dengan anak perempuan. Lihat, QS An-Nisa' 4:176

- Tidak mendapat bagian (mahjub) apabila ada anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek.


BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI SEBAPAK

- Saudara laki-laki sebapak mendapat warisan sisa (asabah) dengan syarat apabila (a) tidak ada saudara laki-laki kandung; (b) tidak ada anak laki-laki; (c) tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki; (d) tidak ada bapak; (e) tidak ada kakek (menurut beberapa pendapat).


BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN SE-BAPAK (SE-AYAH) - UKHTI LI ABI

- Saudara perempuan se-bapak/se-ayah atau ukhti li abi mendapat bagian 1/2 (setengah) dengan syarat (a) sendirian alias tidak bersamaan dengan ukhti li abi yang lain; (b) tidak ada ahli waris asabah atau saudara laki-nya; (c) tidak ada orang tua laki ke atas (ayah, kakek) yang mewarisi; (d) tidak ada keturunan ke bawah (anak, cucu); (e) tidak ada saudara kandung laki atau perempuan.

- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) mendapat bagian 2/3 (dua pertiga) dengan syarat (a) bersamaan dengan ukhti li abi yang lain; (b) tidak ada ahli waris asabah atau saudara laki-nya; (c) tidak ada orang tua laki ke atas (ayah, kakek) yang mewarisi; (d) tidak ada keturunan ke bawah (anak, cucu); (e) tidak ada saudara kandung laki atau perempuan.

- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) satu atau lebih mendapat bagian 1/6 (seperenam) dengan syarat (a) bersamaan dengan saudara perempuan kandung (ukhti syaqiqah) satu yang mendapat bagian pasti; (b) tidak ada ahli waris asabah atau saudara lakinya; (c) tidak ada keturunan yang mewarisi (anak, cucu); (d) tidak ada orang tua (aslul waris) yang mewarisi dari pihak laki seperti ayah, kakek, dst; (e) tidak ada saudara kandung satu atau lebih.

- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) satu atau lebih mendapat bagian asabah dengan syarat (a) apabila bersama dengan ahli waris asabah yaitu saudara lakinya, maka yang laki mendapat dua kali lipat; (b) bersamaan dengan keturunan yang mewarisi dari pihak perempuan seperti anak perempuan.

*Apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, yakni apabila ada anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek, saudara kandung, maka Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) tidak mendapat bagian waris apapun.


BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN SE-IBU - AKHI/UKHTI LI UMMI

- Saudara seibu (akh li ummi) baik laki atau perempuan mendapat bagian 1/6 (seperenam) dengan syarat (a) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak, cucu, dst; (b) tidak ada orang tua laki-laki yaitu bapak, kakek, dst; (c) sendirian.

- Saudara seibu (akh li ummi) baik laki atau perempuan mendapat bagian 1/3 dengan syarat (a) dua atau lebih; (b) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak, cucu, dst; (c) tidak ada orang tua yang mewarisi dari pihak laki yaitu bapak, kakek, dst. (QS An-Nisa' 4:12).


AHLI WARIS DAN BAGIAN WARISAN

Dalam ilmu faraidh (faroidh) ada 2 istilah yang paling dikenal yaitu al-furudh al-muqaddarah (bagian yang ditentukan) dan asabah atau bagian yang tidak ditentukan.


A. Al-Fardhu al-Muqaddarah (Bagian yang ditentukan).
Yaitu jumlah atau porsi bagian warisan yang ditentukan oleh syariah yaitu 1/2 (setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3 (sepertiga), 1/6 (seperenam).


B. Ashabah (At-Tanshib)
Yaitu orang yang mendapatkan harta warisan yang belum ditetapkan atau ahli waris yang tidak memiliki bagian tertentu.


AHLI WARIS ADA 3 (TIGA) MACAM
Ahli waris ada 3 macam yaitu ashabul furudh yang memiliki bagian yang sudah ditentukan seperti 1/2, 1/3, 2/3, dst, ahli waris ashabh yang tidak memiliki bagian yang ditentukan dan ahli waris gabungan keduanya sesuai dengan kondisi dan situasi ada atau tidak adanya ahli waris yang lain.


AHLI WARIS ASHABUL FURUDH

(i) Ashabul Furudh/Dzawil Furudh saja yaitu Ahli waris dengan bagian tertentu yaitu ibu, saudara laki seibu, saudara perempuan seibu, nenek dari ibu atau bapak, suami, istri.

AHLI WARIS ASHABAH

(ii) Ahli waris asabah saja artinya ahli waris yang menerima bagian sisa yaitu anak laki, cucu ke bawah, saudara laki kandung, saudara sebapak, anak saudara laki kandung, anak saudara laki sebapak ke bawah, paman kandung dari ayah (العم الشقيق), paman kandung dari ayah sebapak ( العم لأب) dan ke atas, anak laki paman kandung dari ayah (إبن العم الشقيق), anak laki paman dari ayah sebapak ( إبن العم لأب) dan ke bawah.


AHLI WARIS GABUNGAN FURUDH DAN ASHABAH

(iii) Ahli waris dengan bagian tertentu dan ashabah sekaligus atau salahsatunya yaitu bapak, kakek, (b) ahli waris ashabul furudh atau ashabah yaitu anak perepuan satu atau lebih, cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن) satu atau lebih, saudara perempuan satu atau lebih, saudara perempuan sebapak satu atau lebih.


AHLI WARIS ASHABUL/DZAWIL FURUDH DAN BAGIANNYA

Ahli waris dzawil furudh/ashabul furudh dan bagian-bagian yang telah ditentukan untuk mereka adalah sbb:

A. Bagian 1/2 (setengah)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/2 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Suami apabila istri tidak punya anak.
(ii) Anak perempuan apabila sendirian (anak tunggal) dan tidak ada anak laki-laki (alias saudara kandung).
(iii) Cucu perempuan dari anak laki ( بنت إبن) apabila sendirian serta tidak adanya anak perempuan atau ahli waris anak laki-laki.
(iv) Saudara perempuan kandung dalam situasi kalalah[1] dan sendirian serta tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن).
(v) Saudara perempaun sebapak dalam situasi kalalah dan sendirian serta tidak adanya anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن), dan saudara perempuan kandung.

B. Bagian 1/4 (seperempat)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/4 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Suami apabila ada ahli waris anak laki-laki dari istri.
(ii) Istri apabila tidak ada anak laki-laki.

C. Bagian 1/8 (Seperdelapan)
Yaitu istri apabila ada ahli waris anak laki-laki.

D. Bagian 2/3 (Dua Pertiga)

Yang mendapat bagian 2/3 adalah ahli waris yang mendapat bagian 1/2 (setengah) apabila berkumpul lebih dari satu yaitu
(i) Dua anak perempuan atau lebih.
(ii) Dua cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih.
(iii) Dua saudara perempuan kandung atau lebih
(iv) Dua saudara perempaun sebapak atau lebih.

E. Bagian 1/3 (Sepertiga)

Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Ibu apabila tidak ada anak laki-laki dan saudara laki tidak lebih dari satu.
(ii) Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang seibu
apabla tidak ada anak laki dan tidak ada bapak/kakek dari pihak laki-laki.

F. Bagian 1/6 (Seperenam)

Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Bapak apabila ada anak laki-laki.
(ii) Kakek apabila ada anak laki-laki dan tidak ada ayah.
(iii) Ibu apabila ada anak laki-laki atau saudara laki yang lebih dari satu.
(iv) Nenek sebapak atau seibu apabila tidak ada ibu.
(v) Saudara laki atau saudara perempuan seibu apabila tidak ada salah satunya serta tidak adanya anak atau bapak/kakek dari pihak laki-laki.
(vi) Cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن) apabila bersamaan dengan anak perempuan yang mendapatkan bagian 1/2 serta tidak adanya cucu laki-laki dari anak laki (ابن الإبن).
(vii) Saudara perempuan sebapak apabila bersamaan dengan saudara perempuan kandung yang mendapat bagian 1/2 serta tidak adanya saudara laki sebapak.


AL-MAHJUB PENGHALANG AHLI WARIS MENDAPAT WARISAN

Sebagian ahli waris terhalang haknya untuk mendapat warisan karena keberadaan ahli waris yang lain yang lebih tinggi kedudukannya. Mereka adalah sbb:


AHLI WARIS LAKI-LAKI

1. Cucu dari anak laki tidak mendapat warisan apabila ada anak laki-laki.
2. Kakek tidak mendapat warisan apabila ada Bapak; kakek yang lebih dekat.
3. Saudara sekandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa pendapat).
4. Saudara laki-laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa pendapat); saudara laki-laki kandung; saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak perempuan.
5. Saudara laki-laki seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki atau perempuan; cucu laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.
6. Anak saudara laki-laki kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung; saudara laki seayah, dan saudara perempuan kandung atau seayah jika menjadi ashabah.
7. Anak saudara laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 6, ditambah anak saudara sekandung.
8. Paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 7, ditambah anak saudara seayah.
9. Paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 8, ditambah paman kandung.
10. Anak paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 9, ditambah paman seayah.
11. Anak paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 9, ditambah anak paman kandung.
12. Pemilik yang membebaskan budak tidak mendapat warisan apabila ada Semua ashabah nasabiyah.


AHLI WARIS PEREMPUAN

1. Cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; dua anak perempuan.
2. Nenek tidak mendapat warisan apabila ada ibu.
3. Saudara perempuan kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek.
4. Saudara perempuan seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dan anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung; saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak perempuan; dua saudara perempuan kandung, apabila saudara perempuan seayah tidak memiliki saudara laki.
5. Saudara perempuan seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki atau perempuan; cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.
6. Mu’tiqah (perempuan pembebas budak) tidak mendapat warisan apabila ada semua ashabah nasabiyah.


PENGGUGUR HAK WARIS
Ada 5 (lima) faktor yang menyebabkan ahli waris tidak dapat mendapatkan warisan yaitu

1. Pembunuhan. Ahli waris membunuh yang mewarisi.
2. Beda agama.
3. Budak.
4. Ahli waris meninggal terlebih dahulu dari pewaris.
5. Mah}jub, yaitu hilangnya (terhijabnya) hak waris seseorang karena adanya ahli waris yang lebih kuat kedudukannya. Misal, cucu laki-laki tidak mendapat warisan karena adanya anak laki-laki.


PERBEDAAN MAHJUB DAN MAHRUM

Persamaan kedua istilah tersebut adalah keduanya sama-sama bermakna terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan warisan.

Perbedaaannya adalah kalau mahjub ahli waris tidak mendapat warisan karena adanya ahli waris yang lebih tinggi posisinya. Seperti cucu tidak mendapat warisan karena adanya anak laki-laki.

Sedangkan mahrum ahli waris tidak jadi mendapat warisan karena ahli waris memiliki kecacatan hukum yang menyebabkan hilangnya haknya untuk mendapat warisan. Seperti membunuh pewaris, beda agama, dll.


DZAWIL ARHAM (KERABAT NON AHLI WARIS)

Dawil Arham (ذوو الأرحام) dalam istilah ahli fiqih adalah kalangan kerabat yang bukan Ahli Waris Ashabul Furudh atau Ahli Waris Asabah ; baik laki-laki atau perempuan. Seperti, cucu laki-laki dari anak perempuan (waladul binti); cicit laki-laki dari anak perempuannya anak laki-laki (waladu bintil ibni), kakek dari ibu, anak saudara lelaki seibu (waladul akhi lil-ummi) dan anak saudara perempuan secara mutlak (waladul akhawat), anak perempuannya saudara lelaki (bintul akhi), paman seibu (al-amm li umm)


MASALAH WARIS

Ada sejumlah permasalahan dalam hukum waris yang terjadi dalam sejumlah kasus yang diperinci dalam uraian di bawah.


MASALAH UMARIYATAIN (UMAR DUA - العمريتين)

Ada dua kasus yang disebut dengan umaroyatain atau gharawain di mana ibu mendapat 1/3 dari sisa jadi bukan 1/3 dari keseluruhan harta. Contoh kasus adalah sbb:

KASUS PERTAMA:

Seorang perempuan wafat dan ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu suami, ibu dan bapak.

Dalam kasus ini, maka suami mendapat 1/2 (setengah harta), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa yakni 1/3 dari sisa yang setengah setelah diambil suami. Sedang bapak mendapat asabah (sisa).

KASUS KEDUA:

Seorang laki-laki wafat sedang ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu istri, ibu dan bapak.

Maka dalam kasus ini istri mendapat bagian 1/4 (seperempat), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa setelah diambil istri. Sedang bapak mendapat bagian seluruh sisanya (asabah).

PERBEDAAN ULAMA DALAM MASALAH UMARIYATAIN

Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah Umariyatain ini sbb:

- Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat bagian 1/3 (sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur (mayoritas) ulama.

- Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat bagian 1/3 dari seluruh harta warisan.

ASAL ISTILAH:

Asal dari istilah umariyatain atau gharawain. Disebut umariyatain karena yang memutuskan perkara ini pertama kali adalah Umar bin Khatab saat menjadi Khalifah Kedua. Disebut gharawain dari bentuk tunggal gharra' karena sangat populer seperti bintang (al-kawkab al-aghar' - الكوكب الأغر).


MASALAH KALALAH

Kalalah adalah jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya (QS An-Nisa' 4:176)


MASALAH AUL DAN RAD

Dalam masalah waris adalah masalah yang disebut dengan aul dan radd. Uraiannya lihat rincian di bawah:


MASALAH AUL

Aul artinya bertambah, maksudnya bertambahnya asal masalah (kpk) dikarenakan jumlah bagian Ahlul furudh melebihi jumlah asal masalah.

Pokok masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat di-aul-kan, sedangkan yang empat tidak dapat.

Ketiga pokok masalah yang dapat di-aul-kan adalah enam (6), dua belas (12), dan dua puluh empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat di-'aul-kan ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan delapan (8).

Contoh Aul: [1]
a.Asal masalah (kpk): 12
- suami -> 1/4x12=3
- 2 anak pr -> 2/3x12=8
- ibu -> 1/6x12=2
Jumlah (3+8+2=13)

Disebabkan jumlah bagian melebihi kpk, maka kpk dijadikan 13.
- Suami 3/12 dirubah menjadi 3/13x52.000=6000;-
- Dua anak pr 8/12 dirubah menjadi 8/13x52.000=6000;-
- Ibu 2/12 dirubah menjadi 2/13x52.000=4000;-

b. Asal masalah (kpk): 6
- suami -> 1/2x6=3
- ibu -> 1/6x6=1
- 2 sdr pr sekandung -> 2/3x6=4
Jumlah (3+1+4=8)8.

kpk 6 dijadikan 8
-Suami 3/6 dirubah menjadi 3/8x240.000=90.000;-
-Ibu 1/6 dirubah menjadi 1/8x240.000=30.000;-
-dua sdr pr sekandung 4/6 dirubah menjadi 4/8x240.000=120.000;-

MASALAH RADD

Rad[2] adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya jumlah bagian ashhabul furudh. Ar-radd merupakan kebalikan dari al-'aul.

Dengan kata lain, Apabila ada kelebihan harta warisan padahal semua ahli waris sudah mendapat bagian, maka kelebihan itu dikembalikan (radd) pada ahli waris yang ada; masing-masing menurut kadar bagiannya kecuali suami atau istri yang tidak mendapatkan bagian dari radd ini. Kelebihan harta hanya dikembalikan pada ahli waris lain selain suami atau istri.

Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris) para ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta warisan itu masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai 'ashabah-- maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing.

Syarat Terjadinya Radd

Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga syarat yaitu (a) adanya ashhabul furudh; (b) tidak adanya 'ashabah; (c) ada sisa harta waris.

Penerima Bagian Pasti yang Bisa Mendapatkan Radd

Penerima bagian pasti yang dapat menerima Radd ada 8 yaitu: anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, saudara perempuan seayah, bu kandung, nenek sahih (ibu dari bapak), saudara perempuan seibu, saudara laki-laki seibu

Keadaan Terjadinya Masalah Radd ada 4 (Empat)

a. adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri

Cra pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris. Contoh, (i) seseorang wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan. (ii) seseorang wafat dan hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan

b. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri

Cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya bukan dari jumlah ahli waris (per kepala). Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu dan dua orang saudara laki-laki seibu.

c. adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri

Menjadikan pokok masalahnya dari penerima bagian pasti yang tidak dapat ditambah (di-radd-kan) dan barulah sisanya dibagikan kepada yang lain sesuai dengan jumlah per kepala. Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan suami dan dua anak perempuan.

d. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri

Menjadikannya dalam dua masalah. Pada persoalan pertama kita tidak menyertakan suami atau istri, dan pada persoalan kedua kita menyertakan suami atau istri. Contoh, Seseorang wafat dan meninggalkan istri, nenek, dan dua orang saudara perempuan seibu.

Contoh riil masalah Radd dan Solusinya

(a) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah anak perempuan dan ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta.

Cara Penyelesaian:

Bagian anak perempuan 1/2 (setengah) sedangkan ibu 1/6 (seperenam). Asal masalah adalah 6 (enam).

Anak Perempuan = 1/2 x 6 = 3
Ibu = 1/6 x 6 = 1
Jumlah = 4

Asal masalah adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. Maka solusi dengan radd, asal masalahnya dikembalikan kepada 4. Caranya sebagai berikut:

Anak perempuan = 3/4 x 40 Juta = Rp. 30.000 (tigapuluh juta)
Ibu = 1/4 x 40 Juta = Rp. 10.000 (sepuluh juta)

(b) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah istri, 2 orang saudara seibu dan ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta.
Bagian istri 1/4, 2 orang saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. Asal masalahnya adalah 12.

Istri = 1/4 x 12 = 3
2 saudara = 1/3 x 12 = 4
Ibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah = 9

Karena ada istri sedangkan istri tidak mendapakatkan bagian radd, maka sebelum sisa warisan dibagikan, hak untuk istri diberikan lebih dahulu dengan menggunakan asal masalah sebagai pembagi. Caranya sebagai berikut:

Bagian untuk istri = 3/12 x Rp. 40 Juta = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta).

Sisa warisan setelah diberikan pada istri adalah Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta) dibagi untuk 2 orang saudara laki-laki seibu dan ibu. Cara membaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli waris yaitu 4+2=6. Maka bagian masing-masing adalah :

2 Saudara = 4/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000 (dua puluh juta)
Ibu = 2/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta)
Jumlah = Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta)

Maka perolehan masing-masing ahli waris adalah :
Istri = Rp. 10.000.000
2 sdr = Rp. 20.000.000
Ibu = Rp. 10.000.000
Jumlah = Rp. 40.000.000 (empat puluh juta)

Semua ashabul furudh dapat memperoleh bagian radd kecuali suami/istri.


APABILA TIDAK ADA AHLI WARIS

Apabila ahli waris yang tersebut di atas tidak ada, kepada siapa harta itu diberikan? Ada dua pendapat. Pendapat pertama, diberikan kepada Dzawil Arham atau kerabat nonahli waris , ini adalah pendapat jumhur atau mayoritas ulama termasuk Sahabat dan Tabi'in, madzhab Hanafi, Hanbali dan Syafi'i.[3] Namun, madzhab Syafi'i memberi syarat apabila tidak ada Baitul Mal (Kementerian Keuangan) yang mengatur soal ini. Apabila ada maka harus diberikan ke Baitul Mal. Pendapat kedua, Dzawil Arham tidak dapat warisan sama sekali walaupun ahli waris lain yakni Ashabul Furud dan Ashabul Asabah tidak ada. Ini pendapat sebagian Sahabat seperti Zaid bin Tsabit dan Said bin Jubair serta madzhab Maliki dan Syafi'i apabila ada Baitul Mal yang mengatur.[4]


ASAL MASALAH DALAM HITUNGAN HARTA WARISAN

Dalam membagi warisan, maka diperlukan mencari asal masalah penyebutnya untuk memudahkan proses pembagian harta waris. Berikut istilah, dan rumus yang dipakai dalam mencari asal masalah.


ISTILAH RUMUS DALAM ASAL MASALAH

Berikut beberapa istilah tipe asal masalah yang dipakai oleh ulama faraidh:

A. TABAYUN

Tabayun adalah terjadinya dua angka yang dapat dikalikan secara langsung sehingga tidak terjadi pecahan, seperti antara 1/3 dengan 1/2 maka 3 x 2 = 6. Jadi, asal masalahnya adalah 6. Demikian juga antara 1/3 dengan 1/4, maka 3 x 4 = 12. Jadi, asal masalahnya adalah 12. Karena itu, antara 3 dengan 2 dan 3 dengan 4 disebut “ Tabayun” .

B. TADAKHUL

Tadakhul adalah mengambil angka yang terbesar dari salah satu bentuk ke-1 atau ke- 2, seperti 1/2 dengan 1/8 asal masalah adalah 8, karena kedua angka itu berada pada bentuk ke- 2. Hal sama terjadi antara 1/3 dengan 1/6 = 6, karena kedua angka tersebut berada pada bentuk ke-1. Demikian juga antara 1/2 dengan 1/4 yang menjadi asal masalah adalah angka penyebut terbesar yaitu 4, karena kedua angka itu berada pada bentuk ke-1.

C. TAMASUL

Tamasul adalah dua angka atau penyebutnya sama, karenanya cukup mengambil salah satu dari penyebutnya. Misal antara 1/3 dengan 2/3, maka untuk asal masalahnya 3, karena penyebut sama. Demikian juga antara ½ dengan ½, asal masalahnya ada 2.

D. TAWAFUQ

Tawafuq adalah dua penyebut sama hasil perkaliannya setelah dibagi dua dan dikalikan dengan penyebut satu sama lainnya. Misalnya bilangan 1/6 dengan 1/8. 6: 2 = 3 x 8 = 24 begitu juga 8 : 2 = 4 x 6 = 24 sehingga sama-sama menghasilkan 24. Demikian juga dengan 1/2 dengan 1/6. 2 : 2 = 1 x 6 = 6. 6 : 2 = 3 x 2 = 6. Cara ini disebut Tawafuq. Hasil perkalian itulah yang digunakan sebagai asal masalah untuk membagi harta.


CARA MEMBAGI HARTA WARIS DENGAN CARA ASAL MASALAH

1. Bila bilangan itu datang dari bentuk ke-1, maka asal masalahnya adalah bagian yang terkecil. Misalnya:
1/3 dengan 1/6 = 6
2/3 dengan 1/6 = 6

2. Bila ada angka ½ bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah 6. Misalnya
½ dengan 1/3 = 6
½ dengan 2/3 = 6
½ dengan 1/6 = 6

3. Bila ada angka ¼ bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah 12. Misalnya:
¼ dengan 1/3 = 12
¼ dengan 2/3 = 12
¼ dengan 1/6 = 12

4. Bila ada angka 1/8 bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah 24. Misalnya:
1/8 dengan 1/3 = 24
1/8 dengan 2/3 = 24
1/8 dengan 1/6 = 28


TERKAIT

>> Hukum Waris KHI (Kompilasi Hukum Islam)

BIBLIOGRAFI:

[1] http://uchialsanusi.mywapblog.com/ilmu-faraidh-aul-dan-rad.xhtml
[2] http://pembagian-waris.blogspot.com/2009/10/masalah-al-aul-dan-ar-radd.html
[3] Dengan dalil QS Al-Anfal ayat 75 dan hadits dari Aisyah riwayat Tirmidzi: الخال وارث من لا وارث له. Dan hadits riwayat Imam Malik dalam Muwatta': كان عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول: "عجباً للعمة تورث ولا ترث
[4] Alasan Zaid bin Tsabit karena ahli waris sudah jelas disebut dalam Al-Quran dan Dzawil Arham tidak termasuk di dalamnya.
- Minhajut Talibin Imam Nawawi dalam كتاب الفرائض
- الفرائض ميراث أصحاب الفروض والعصبة
- Kitab Fathul Qorib oleh Al-Ghazi dalam 

Sumber: http://www.alkhoirot.net/2012/09/warisan-dalam-islam.html