Tampilkan postingan dengan label Presiden SBY. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Presiden SBY. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2013

PKS dikeluarkan dari Koalisi, Menurut Fahri WaSekjen PKS: SBY harus Ngomong Baik-baik

Fahri Hamzah (Liputan6.com/Danu Baharuddin)
 
Liputan6.com, Jakarta : Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah menyatakan, partainya masih menunggu keputusan Presiden SBY terkait dengan kabar bahwa PKS sudah dikeluarkan dari koalisi. Karena Presiden SBY yang memulai koalisi, maka sebaiknya dia pula yang harus menyatakan berakhirnya PKS dalam koalisi.

"Untuk koalisi, kita serahkan pada Presiden SBY," ujar Fahri di Jakarta, Rabu (19/6/2013).

Menurut Fahri, hingga saat ini PKS sedang menunggu kelanjutan dari pemberitahuan secara lisan oleh pihak istana tersebut. "Dia (Presiden SBY) harus ngomong baik-baik. Karena sampai saat ini dia belum mau ngomong," kata Fahri yang menegaskan bahwa keputusan Presiden SBY seharusnya tidak mendapat campur tangan dari pihak mana pun termasuk Sekretariat Gabungan (Setgab).

Sebelumnya pada Rabu 12 Juni, Fahri menyatakan bahwa pihak Istana sudah memberitahukan kepada salah seorang menteri PKS bahwa PKS sudah dikeluarkan dari koalisi. "Iya, sudah diberitahu kalau PKS sudah dikeluarkan dari koalisi, istilahnya Setgab gitu," jelas Fahri.

Sementara itu, Sekretaris Setgab Amir Syamsuddin, enggan berkomentar mengenai pernyataan yang dilontarkan Fahri.

"Sebagai Setgab saya tidak boleh berbicara atas nama Setgab kalau tidak merupakan hasil daripada rapat, jadi saya tidak boleh mengeluarkan pendapat pribadi saya," kata Amir.

Menteri Hukum dan HAM itu mengungkapkan bahwa sejauh ini Setgab belum menggelar rapat perihal persoalan tersebut. Namun Amir menegaskan bahwa kapanpun diperlukan, rapat tersebut sewaktu-waktu dapat digelar.

Pada Selasa 11 Juni, Presiden SBY menggelar rapat dengan partai koalisi pemerintahan, namun dalam rapat tersebut PKS ternyata tidak diundang.

Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan lalu mengemukakan bahwa partai-partai koalisi kecewa dengan sikap PKS yang menolak kebijakan strategis pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk menyelamatkan perekonomian.

Menurut Syarief Hasan, hal itu merupakan salah satu topik pembicaraan dalam rapat koalisi yang dipimpin Presiden SBY itu. (Ant/Mut)
 
 Sumber: http://news.liputan6.com/

Minggu, 16 Juni 2013

Bersama pengusaha, SBY serang Jokowi

Bersama pengusaha, SBY serang Jokowi
Munas IX Apindo . ©rumgapres/abror rizki

Hubungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) selama ini diketahui baik-baik saja. Tapi, siapa sangka kepala pemerintahan itu menyindir anak buahnya di ibu kota pada sebuah forum besar.

Di hadapan ratusan peserta Musyawarah Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kemarin, SBY menyindir soal Upah Minimum Provinsi (UMP). Presiden meminta agar persoalan upah buruh tidak dikaitkan dengan kepentingan politik untuk menjadi populis di mata masyarakat.

"Jangan dikaitkan dengan politik. Saya ingatkan politisi, kolega-kolega saya, janganlah mendorong sesuatu yang bisa jadi bom waktu, harus rasional, jernih. Populisme membabi buta tidak baik. Keberpihakan pada kaum lemah, ya. Tapi harus dengan cara cerdas," tegas SBY.

Hal itu dikatakan SBY saat memberi sambutan dalam Munas Apindo di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin. Hadir dalam acara Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Pertanian Suswono, Menakertrans Muhaimin Iskandar dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

SBY melanjutkan, upah buruh yang terlampau rendah tidaklah adil dan tepat. Namun, kenaikan upah juga harus berlandaskan kepada kemampuan perusahaan kepada buruh. Jika tidak, kenaikan secara paksa dapat membebani pengusaha.

"Kalau bangkrut nanti ada PHK. Kalau PHK yang menderita juga pekerja," tambahnya.
SBY memang tidak mengatakan pernyataannya itu ditujukan langsung kepada Jokowi. Namun, untuk diketahui, yang paling meresahkan pengusaha belakangan ini adalah UMP DKI 2013 yang ditetapkan naik menjadi Rp 2,2 juta, dari tahun sebelumnya Rp 1,5 juta.

Kenaikan UMP DKI itu diakui sangat berat oleh pengusaha. "UMP telah ditetapkan. Gara-gara Pak Jokowi ini kita semua jadi pusing," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi sebelumnya pada forum yang sama.

Mendengar 'kritikan' SBY dan pengusaha itu, Jokowi bersikap santai. Menurut dia, UMP DKI telah disepakati oleh semua pihak, yakni buruh, pemerintah dan pengusaha.
"Gubernur itu hanya tanda tangan, yang menetapkan mereka sendiri. Mereka di ruangan ada Apindo, serikat pekerja, pemerintah, sama komisi, tokoh mereka bicara dan mereka menentukan," ujar Jokowi usai menghadiri acara.

Jokowi menegaskan lagi, kalau dia hanya menandatangani keputusan yang sudah dibuat oleh buruh, pemerintah dan pengusaha.

"Mereka udah sepakat baru masuk ke meja saya, saya tanda tangan. Yang menentukan dan menetapkan bukan kita. Jangan keliru, bukan Pemrov. Saya enggak pernah nengok kamarnya. Artinya itu sudah sepakat," kata Jokowi seraya tersenyum.

Reporter : Laurencius Simanjuntak, Yulistyo Pratomo


[ren]
Sumber: http://www.merdeka.com