SBY pun mendapat apresiasi dari Dosen Komunikasi Politik Unhas, Dr Hasrullah dan pengamat hukum, Prof Aswanto. Keduanya menilai apa yang disampaikan SBY dalam pidatonya sudah sesuai dengan harapan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam pandangan Hasrullah, pernyataan SBY itu sebuah ketegasan luar biasa dan pesan politik yang sangat memperhatikan masukan beberapa pemikir, LSM, dan sejumlah tokoh. SBY juga dinilai memperhatikan suara opini publik yang berkembang akhir-akhir ini.
"SBY berupaya meyakinkan publik bahwa dia sangat konsen dalam pemberantasan korupsi. Pernyataan dalam pidato itu semakin menguatkan posisi KPK," papar Hasrullah, malam tadi.
Lebih lanjut menurut Hasrullah, SBY kali ini sangat sensitif membaca opini publik yang berkembang di masyarakat dan media. Dia pun sangat antusias dan memberi apresiasi tinggi terhadap presiden dengan lima poin yang dikeluarkannya itu.
Menurut dia, lima poin yang diputuskan itu sangat tepat dalam membela dan memberi ruang gerak yang luas bagi pemberantasan korupsi di negeri ini. "Ini kemenangan KPK. Sekarang kita menunggu seperti apa implementainya," tandasnya.
Aswanto pun memberikan apresiasi tinggi terhadap SBY karena pernyataan yang disampaikan semakin memberi keleluasaan KPK dalam penuntasan kasus korupsi. Terutama kasus simulator SIM yang menyeret Kaur Lantas Mabes Polri, Irjen Pol Djoko Susilo.
Dengan adanya pernyataan SBY yang menilai revisi UU KPK yang diajukan anggota DPR belum perlu dilakukan, menurut Aswanto, sudah sangat tepat. Sebab, revisi UU itu memang cenderung melemahkan KPK.
"Saya sudah melihat draf revisi UU KPK. Memang ke depan semakin melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi. Nah, apa yang diutarakan SBY yang meminta belum perlu dilakukan sudah sangat bagus," ujarnya.
Mantan Ketua Ombudsman Makassar itu menambahkan, saat ini memang bukan timing yang tepat dalam merevisi UU KPK. Terkait Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara KPK dan Polri yang perlu diperbaharui, diakui Aswanto memang sebaiknya dilakukan.
Namun, satu hal yang dianggap Aswanto akan timbul masalah sekaitan pernyataan SBY bahwa kasus simulator SIM perwira yang terlibat ditangani KPK, tetapi pengadaan barang dan jasanya tetap ditangani Polri. Menurut dia, hal itu justru akan menimbulkan bias.
"Harusnya tidak boleh kasus pengadaan barang dan jasanya ditangani Polri. Karena justru disitulah sangat berpotensi terjadi tindak pidana korupsi. Ini saya pikir celah dari pernyataan SBY terkait kisruh KPK vs Polri," tandas Aswanto.
Harapan masyarakat agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil sikap terhadap kasus perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri terpenuhi. Dalam pernyataan resminya tadi malam, SBY "memborong habis" sejumlah persoalan yang menjadi penyebab ketegangan dua institusi tersebut.
SBY juga memberikan arahan yang cukup klir. Terutama tentang tiga masalah yang saat ini menjadi biang pertikaian KPK dengan Polri. Yakni, penyidikan korupsi simulator SIM Mabes Polri; upaya Polri menangkap Kompol Novel Baswedan, penyidik KPK dari Polri; serta penugasan personel Polri sebagai penyidik KPK.
Terhadap tiga hal tersebut, SBY seakan menjewer Kapolri Timur Pradopo di hadapan publik. Sebab, dari tiga hal tersebut, jelas-jelas SBY lebih memihak ke KPK.
Dia menegaskan, keputusannya kali ini untuk menengahi perselisihan antara KPK dan Polri merupakan yang kedua. Sebelumnya, muncul polemik "cicak versus buaya" pada 2009.
"Semuanya ini menunjukkan saya tidak pernah melakukan pembiaran atau enggan melakukan mediasi. Tapi, tentu tidak baik dan harus dihindari presiden terlalu sering campur tangan untuk urusan penegakan hukum," katanya di Istana Negara tadi malam.
Beberapa saat setelah SBY berpidato, di Gedung KPK, Wakil Ketua Bambang Widjojanto (BW) bersama Jubir Johan Budi menggelar konferensi pers. Dia memastikan bahwa setelah ini KPK bakal langsung tancap gas dalam menyelesaikan kasus korupsi simulator SIM. "Kami akan berkoordinasi dengan Kapolri, Mensesneg, dan tidak menutup kemungkinan Kejakgung," ujarnya.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka dan telah sekali memeriksanya. Tersangka lain yang ditetapkan belakangan adalah Waka Korlantas Brigjen Didik Purnomo serta dua pimpinan perusahaan rekanan, yakni Bambang Sukotjo dan Budi Santoso. Tiga nama terakhir itu juga dijadikan tersangka oleh Polri. BW mengharapkan dalam waktu dekat tiga tersangka tersebut bisa diperiksa KPK juga.
BW menjelaskan, sikap Presiden SBY itu sejalan dengan rencana KPK yang sejak awal menangani Djoko Susilo dan rekan-rekannya. Sedangkan panitia lelang yang kebanyakan berpangkat AKBP ke bawah akan ditangani kepolisian. BW juga langsung menyampaikan penghargaannya kepada Kapolri yang bisa lapang dada menyepakati dan setuju dengan apa yang dikemukakan presiden pada siang harinya.
Dia mengharapkan KPK dan Polri terus bisa bersinergi. Apalagi, bukan satu dua kali KPK dibantu Polri dalam menangkap para koruptor. "Operasi tangkap tangan bupati Buol itu karena ada support dari Kapolri. Ada cukup banyak hal yang selama ini memang selalu mendapat support," urainya.
Mantan advokat itu juga memastikan bahwa yang disampaikan presiden benar-benar sesuai dengan hasil pertemuan yang dilaksanakan pada siang harinya. Pertemuan itu diikuti pimpinan KPK dan Kapolri serta dimediasi Mensesneg Sudi Silalahi.
Dalam pertemuan tersebut dibahas revisi UU KPK, revisi UU KUHAP, sumber daya manusia di KPK, kasus Korlantas, hingga masalah yang dialami Novel. BW juga menyebutkan bahwa yang dikemukakan presiden tentang sumber daya sudah sangat jelas.
"Seperti soal Novel, sudah jelas sekali bahwa Novel dapat dengan bebas menjalankan tugasnya sebagai penyidik kembali," terangnya.
Kembalinya Novel tentu saja menjadi amunisi tersendiri bagi KPK untuk mengungkap kasus simulator SIM. Sebab, Novel Baswedan saat ini berstatus ketua satgas penyidik untuk kasus tersebut. (ram/sil)
Sumber: Fajar.Co.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar